Anemia Hemolitic


Anemia Hemolitik  
Anemia Hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran sel darah merah.

Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup 120 hari.
Jika menjadi tua, sel pemakan dalam sumsum tulang, limpa dan hati dapat mengetahuinya dan merusaknya.

Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan normal.

Jika penghancuran sel darah merah melebihi pembentukannya, maka akan terjadi anemia hemolitik.


PEMBESARAN LIMPA.

Banyak penyakit yang dapat menyebabkan pembesaran limpa.
Jika membesar, limpa cenderung menangkap dan menghancurkan sel darah merah; membentuk suatu lingkaran setan, yaitu semakin banyak sel yang terjebak, limpa semakin membesar dan semakin membesar limpa, semakin banyak sel yang terjebak.

Anemia yang disebabkan oleh pembesaran limpa biasanya berkembang secara perlahan dan gejalanya cenderung ringan.
Pembesaran limpa juga seringkali menyebabkan berkurangnya jumlah trombosit dan sel darah putih.

Pengobatan biasanya ditujukan kepada penyakit yang menyebabkan limpa membesar.
Kadang anemianya cukup berat sehingga perlu dilakukan pengangkatan limpa (splenektomi).


KERUSAKAN MEKANIK PADA SEL DARAH MERAH

Dalam keadaan normal, sel darah merah berjalan di sepanjang pembuluh darah tanpa mengalami gangguan.
Tetapi secara mekanik sel darah merah bisa mengalami kerusakan karena adanya kelainan pada pembuluh darah (misalnya suatu aneurisma), katup jantung buatan atau karena tekanan darah yang sangat tinggi.

Kelainan tersebut bisa menghancurkan sel darah merah dan menyebabkan sel darah merah mengeluarkan isinya ke dalam darah.
Pada akhirnya ginjal akan menyaring bahan-bahan tersebut keluar dari darah, tetapi mungkin saja ginjal mengalami kerusakan oleh bahan-bahan tersebut.

Jika sejumlah sel darah merah mengalami kerusakan, maka akan terjadi anemia hemolitik mikroangiopati.
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan pecahan dari sel darah merah pada pemeriksaan contoh darah dibawah mikroskop.

Penyebab dari kerusakan ini dicari dan jika mungkin, diobati.


REAKSI AUTOIMUN

Kadang-kadang sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi autoimun).
Jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah, akan terjadi anemia hemolitik autoimun.

Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).

Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium ditemukan antibodi (autoantibodi) dalam darah, yang terikat dan bereaksi terhadap sel darah merah sendiri.

Anemia hemolitik autoimun dibedakan dalam dua jenis utama, yaitu anemia hemolitik antibodi hangat (paling sering terjadi) dan anemia hemolitik antibodi dingin.

Anemia Hemolitik Antibodi Hangat.

Anemia Hemolitik Antibodi Hangat adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu tubuh.

Autoantibodi ini melapisi sel darah merah, yang kemudian dikenalinya sebagai benda asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang dalam hati dan sumsum tulang.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita.

Sepertiga penderita anemia jenis ini menderita suatu penyakit tertentu (misalnya limfoma, leukemia atau penyakit jaringan ikat, terutama lupus eritematosus sistemik) atau telah mendapatkan obat tertentu, terutama metildopa.

Gejalanya seringkali lebih buruk daripada yang diperkirakan, mungkin karena anemianya berkembang sangat cepat.
Limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman.

Pengobatan tergantung dari penyebabnya.
Jika penyebabnya tidak diketahui, diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) dosis tinggi, awalnya melalui intravena , selanjutnya per-oral (ditelan).

Sekitar sepertiga penderita memberikan respon yang baik terhadap pengaobatan tersebut.
Penderita lainnya mungkin memerlukan pembedahan untuk mengangkat limpa, agar limpa berhenti menghancurkan sel darah merah yang terbungkus oleh autoantibodi.

Pengangkatan limpa berhasil mengendalikan anemia pada sekitar 50% penderita.
Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat yang menekan sistem kekebalan (misalnya siklosporin dan siklofosfamid).

Transfusi darah dapat menyebabkan masalah pada penderita anemia hemolitik autoimun.
Bank darah mengalami kesulitan dalam menemukan darah yang tidak bereaksi terhadap antibodi, dan transfusinya sendiri dapat merangsang pembentukan lebih banyak lagi antibodi.

Anemia Hemolitik Antibodi Dingin.

Anemia Hemolitik Antibodi Dingin adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah dalam suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin.

Anemia jenis ini dapat berbentuk akut atau kronik.
Bentuk yang akut sering terjadi pada penderita infeksi akut, terutama pneumonia tertentu atau mononukleosis infeksiosa.
Bentuk akut biasanya tidak berlangsung lama, relatif ringan dan menghilang tanpa pengobatan.

Bentuk yang kronik lebih sering terjadi pada wanita, terutama penderita rematik atau artritis yang berusia diatas 40 tahun.

Bentuk yang kronik biasanya menetap sepanjang hidup penderita, tetapi sifatnya ringan dan kalaupun ada, hanya menimbulan sedikit gejala.
Cuaca dingin akan meningkatkan penghancuran sel darah merah, memperburuk nyeri sendi dan bisa menyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan) pada tangan dan lengan.
Penderita yang tinggal di daerah bercuaca dingin memiliki gejala yang lebih berat dibandingkan dengan penderita yang tinggal di iklim hangat.

Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium ditemukan antibodi pada permukaan sel darah merah yang lebih aktif pada suhu yang lebih rendah dari suhu tubuh.

Tidak ada pengobatan khusus, pengobatan ditujukan untuk mengurangi gejala-gejalanya.
Bentuk akut yang berhubungan dengan infeksi akan membaik degnan sendirinya dan jarang menyebabkan gejala yang serius.
Menghindari cuaca dingin bisa mengendalikan bentuk yang kronik.


HEMOGLOBINURIA PAROKSISMAL NOKTURNAL.

Hemoglobinuria Paroksismal Nokturnal adalah anemia hemolitik yang jarang terjadi, yang menyebabkan serangan mendadak dan berulang dari penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan.

Penghancuran sejumlah besar sel darah merah yang terjadi secara mendadak (paroksismal), bisa terjadi kapan saja, tidak hanya pada malam hari (nokturnal), menyebabkan hemoglobin tumpah ke dalam darah.
Ginjal menyaring hemoglobin, sehingga air kemih berwarna gelap (hemoglobinuria).

Anemia ini lebih sering terjadi pada pria muda, tetapi bisa terjadi kapan saja dan pada jenis kelamin apa saja.
Penyebabnya masih belum diketahui.

Penyakit ini bisa menyebabkan kram perut atau nyeri punggung yang hebat dan pembentukan bekuan darah dalam vena besar dari perut dan tungkai.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium yang bisa menemukan adanya sel darah merah yang abnormal, khas untuk penyakit ini.

Untuk meringankan gejala diberikan kortikosteroid (misalnya prednison).
Penderita yang memiliki bekuan darah mungkin memerlukan antikoagulan (obat yang mengurangi kecenderungan darah untuk membeku, misalnya warfarin).

Transplantasi sumsum tulang bisa dipertimbangkan pada penderita yang menunjukkan anemia yang sangat berat.

PENYEBAB
Sejumlah faktor dapat meningkatkan penghancuran sel darah merah:
- Pembesaran limpa (splenomegali)
- Sumbatan dalam pembuluh darah
- Antibodi bisa terikat pada sel darah merah dan menyebabkan sistem kekebalan menghancurkannya dalam suatu reaksi autoimun
- Kadang sel darah merah hancur karena adanya kelainan dalam sel itu sendiri (misalnya kelainan bentuk dan permukaan, kelainan fungsi atau kelainan kandungan hemoglobin)
- Penyakit tertentu (misalnya lupus eritematosus sistemik dan kanker tertentu, terutama limfoma)
- Obat-obatan (misalnya metildopa, dapson dan golongan sulfa).

GEJALA
Gejala dari anemia hemolitik mirip dengan anemia yang lainnya.

Kadang-kadang hemolisis terjadi secara tiba-tiba dan berat, menyebabkan krisis hemolitik, yang ditandai dengan:
- demam
- menggigil
- nyeri punggung dan nyeri lambung
- perasaan melayang
- penurunan tekanan darah yang berarti.

Sakit kuning (jaundice) dan air kemih yang berwarna gelap bisa terjadi karena bagian dari sel darah merah yang hancur masuk ke dalam darah.

Limpa membesar karena menyaring sejumlah besar sel darah merah yang hancur, kadang menyebabkan nyeri perut.

Hemolisis yang berkelanjutan bisa menyebabkan batu empedu yang berpigmen, dimana batu empedu berwarna gelap yang berasal dari pecahan sel darah merah.

PENGOBATAN
Mengelola anemia hemolitik termasuk menghindari obat-obatan tertentu, mengobati infeksi terkait dan menggunakan obat-obatan yang menekan sistem kekebalan Anda, yang dapat menyerang sel-sel darah merah. Pengobatan singkat dengan steroid, obat penekan kekebalan atau gamma globulin dapat membantu menekan sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel darah merah.


Prednison
Deskripsi
- Nama & Struktur Kimia
:
17-hydroxy-17-(2-hydroxyacetyl)-10,13-dimethyl- 7,8,9,10,12,13,14,15,16,17-decahydro-6H- cyclopenta[a]phenanthrene-3,11-dione
- Sifat Fisikokimia
:
Prednison adalah serbuk kristalin berwarna putih, tak berbau. Sangat sedikit larut dalam air, sedikit larut dalam etanol, methanol, kloroform, dan dioksan. BM 358,428 g/mol
- Keterangan
:
Prednison merupakan pro drug, yang di dalam hati akan segera diubah menjadi prednisolon, senyawa aktif steroid.
Golongan/Kelas Terapi
Hormon, obat Endokrin Lain dan Kontraseptik
Nama Dagang
- Erlanison
- Kokosone
- Pehacort
- Predsil
- Sohoson
- Trifacort
- Dellacorta
Indikasi
Gangguan endokrin:
- Insufisiensi adrenokortikal primer atau sekunder (hidrokortison atau kortison merupakan pilihan pertama, namun analog sintetisnya juga  dapat digunakan)
- Hiperplasia adrenal congenital/bawaan
- Hiperkalsernia terkait kanker
- Tiroiditis nonsuppuratif
Penyakit Rheumatoid
Sebagai terapi tambahan untuk penggunaan jangka pendek pada terapi penyakit-penyakit:
- Psoriatic arthritis
- Rheumatoid arthritis, termasuk Rheumatoid arthritis pada anak
- Ankylosing spondylitis
- Bursitis akut dan subakut
- Tenosynovitis nonspesifik akut
- Gouty arthritis akut
- Osteoarthritis pasca-traumatik
- Synovitis of Osteoarthritis
- Epicondylitis
Penyakit-penyakit Kolagen
Apabila keadaan penyakit makin memburuk atau sebagai terapi perawatan pada kasus-kasus:
- Systemic lupus erythematosus
- Systemic-dermatomyositis (polymyositis)
- Acute rheumatic carditis
Penyakit-penyakit kulit tertentu:
- Pemphigus
- Bullous dermatitis herpetiformis
- Erythema multiforme parah    (Stevens-Johnson syndrome)
- Exfoliative dermatitis
- Mycosis fungoides
- Psoriasis parah
- dermatitis seborrhea parah
Penyakit-penyakit Alergi
Mengendalikan kondisi alergi yang parah yang tidak memberikan hasil yang memadai pada terapi konvensional:
- Rhinitis yang disebabkan alergi
- Asma bronkhial
- dermatitis kontak
- dermatitis atopik
- Serum sickness
- Reaksi-Reaksi hipersensitivitas terhadap obat
Penyakit-penyakit mata
Penyakit-penyakit mata akut atau kronis yang parah terkait proses alergi atau radang, seperti:
- Allergic cornea marginal ulcers
- Herpes zoster ophthalmicus
- Radang segmen anterior
- Diffuse posterior uveitis and choroiditis
- Sympathetic ophthalmia
- Konjungtivitis alergik
- Keratitis
- Chorioretinitis
- Optic neuritis
- Iritis dan iridocyclitis
Penyakit-penyakit saluran pernafasan:
- Symptomatic sarcoidosis
- Loeffler's syndrome yang tidak dapat dikendalikan dengan cara lain
- Berylliosis
- Tuberkulosis yang parah, tetapi harus diberikan bersama dengan kemoterapi anti tuberculosis yang sesuai
- Aspiration pneumonitis
Penyakit-penyakit Hematologis
- Trombositopenia purpura idiopatik pada orang dewasa
- Trombositopenia sekunder pada orang dewasa
- Anemia hemolitik yang disebabkan Reaksi autoimmun
- Anemia sel darah merah (Erythroblastopenia)
- Anemia hipoplastik congenital/bawaan (erythroid)
Penyakit-penyakit keganasan (neoplastik)
Sebagai terapi paliatif untuk:
- Leukemia dan limfoma pada orang dewasa
- Leukemia akut pada anak-anak
Edema
- Untuk menginduksi diuresis atau remisi proteinuria pada sindroma nefrotik tanpa uremia, jenis idiopatik atau yang disebabkan oleh lupus eritematosus
Penyakit-penyakit sistem pencernaan
Untuk membantu pasien melewati periode kritis pada penyakit-penyakit:
- Kolitis ulseratif
- Enteritis regional
Penyakit pada Sistem Syaraf
Multiple sclerosis akut yang makin parah
Lain-lain
- Tuberculous meningitis disertai penghambatan subarachnoid, tetapi harus diberikan bersama-sama dengan kemoterapi antituberculous yang sesuai
- Trichinosis disertai gangguan syaraf atau gangguan miokardial
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Prednison adalah kortikosteroid sintetik yang umum diberikan per oral, tetapi dapat juga diberikan melalui injeksi intra muskular (im, iv), per nasal, atau melalui rektal. Dosis awal sangat bervariasi, dapat antara 5 – 80 mg per hari, bergantung pada jenis dan tingkat keparahan penyakit serta respon pasien terhadap terapi. Tetapi umumnya dosis awal diberikan berkisar antara 20 – 80 mg per hari.  Untuk anak-anak 1 mg/kg berat badan, maksimal 50 mg per hari. Dosis harus dipertahankan atau disesuaikan, sesuai dengan respon yang diberikan. Jika setelah beberapa waktu tertentu hasil yang diharapkan tidak tercapai, maka terapi harus dihentikan dan diganti dengan terapi lain yang sesuai.
Farmakologi
Efek utamanya sebagai glukokortikoid. Glukokortikoid alami (hidrokortison dan kortison), umumnya digunakan dalam terapi pengganti (replacement therapy) dalam kondisi defisiensi adrenokortikal. Sedangkan analog sintetiknya (prednison) terutama digunakan karena efek imunosupresan dan anti radangnya yang kuat. Glukokortikoid menyebabkan berbagai efek metabolik. Glukokortikoid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor spesifik yang terdapat di dalam sitoplasma sel-sel jaringan atau organ sasaran, membentuk kompleks hormon-reseptor. Kompleks hormon-reseptor ini kemudian akan memasuki nukleus dan menstimulasi ekspresi gen-gen tertentu yang selanjutnya memodulasi sintesis protein tertentu. Protein inilah yang akan mengubah fungsi seluler organ sasaran, sehingga diperoleh, misalnya efek glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, redistribusi lipid, meningkatnya reabsorpsi natrium, meningkatnya reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif , dan efek anti radang. Apabila terapi prednison diberikan lebih dari 7 hari, dapat terjadi penekanan fungsi adrenal, artinya tubuh tidak dapat mensintesis kortikosteroid alami dan menjadi tergantung pada prednison yang diperoleh dari luar. Oleh sebab itu jika sudah diberikan lebih dari 7 hari, penghentian terapi prednison tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba, tetapi harus bertahap dan perlahan-lahan. Pengurangan dosis bertahap ini dapat dilakukan selama beberapa hari, jika pemberian terapinya hanya beberapa hari, tetapi dapat memerlukan berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan jika terapi yang sudah diberikan merupakan terapi jangka panjang. Penghentian terapi secara tiba-tiba dapat menyebabkan krisis Addisonian, yang dapat membawa kematian. Untuk pasien yang mendapat terapi kronis, dosis berseling hari kemungkinan dapat mempertahankan fungsi kelenjar adrenal, sehingga dapat mengurangi efek samping ini. Pemberian prednison per oral diabsorpsi dengan baik. Prednison dimetabolisme di dalam hati menjadi prednisolon, hormon kortikosteroid yang aktif.
Stabilitas Penyimpanan
Simpan pada suhu 15º - 30ºC
Kontraindikasi
Infeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas terhadap prednison atau komponen-komponen obat lainnya.
Efek Samping
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit :
- Retensi cairan tubuh
- Retensi natrium
- Kehilangan kalium
- Alkalosis hipokalemia
- Gangguan jantung kongestif
- Hipertensi
Gangguan Muskuloskeletal :
- Lemah otot
- Miopati steroid
- Hilangnya masa otot
- Osteoporosis
- Putus tendon, terutama tendon Achilles
- Fraktur vertebral
- Nekrosis aseptik pada ujung tulang paha dan tungkai
- Fraktur patologis dari tulang panjang
Gangguan Pencernaan :
- Borok lambung (peptic ulcer) kemungkinan disertai perforasi dan perdarahan
- Borok esophagus (Ulcerative esophagitis)
- Pankreatitis
- Kembung
- Peningkatan SGPT (glutamate piruvat transaminase serum), SGOT (glutamate oksaloasetat transaminase serum), dan enzim fosfatase alkalin serum. Umumnya tidak tinggi dan bersifat reversibel, akan turun kembali jika terapi dihentikan.
Gangguan Dermatologis :
- Gangguan penyembuhan luka
- Kulit menjadi tipis dan rapuh
- Petechiae dan ecchymoses
- Erythema pada wajah
- Keringat berlebuhan
Gangguan Metabolisme :
- Kesetimbangan nitrogen negatif, yang disebabkan oleh katabolisme protein
Gangguan Neurologis :
- Tekanan intrakranial meningkat disertai papilledema (pseudo-tumor cerebri), biasanya setelah terapi
- Konvulsi
- Vertigo
- Sakit kepala
Gangguan Endokrin :
- Menstruasi tak teratur
- Cushingoid
- Menurunnya respons kelenjar hipofisis dan adrenal, terutama pada saat stress, misalnya pada trauma, pembedahan atau Sakit
- Hambatan pertumbuhan pada anak-anak
- Menurunnya toleransi karbohidrat
- Manifestasi diabetes mellitus laten
- Perlunya Peningkatan dosis insulin atau OHO (Obat Hipoglikemik Oral) pada pasien yang sedang dalam terapi diabetes mellitus
- Katarak subkapsular posterior
- Tekanan intraokular meningkat
- Glaukoma
- Exophthalmos
Lain-lain :
- Urtikaria dan reaksi alergi lain, reaksi anafilaktik atau hipersensitivitas
Interaksi

- Dengan Obat Lain :
1) Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti fenobarbital, fenitoin, dan rifampisin dapat meningkatkan klirens kortikosteroid. Oleh sebab itu jika terapi kortikosteroid diberikan bersama-sama obat-obat tersebut, maka dosis kortikosteroid harus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil sebagaimana yang diharapkan.
2) Obat-obat seperti troleandomisin and ketokonazol dapat menghambat metabolisme kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan klirens atau ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab itu jika diberikan bersamaan, maka dosis kortikosteroid harus disesuaikan untuk menghindari toksisitas steroid.
3) Kortikosteroid dapat meningkatkan klirens aspirin dosis tinggi yang diberikan secara kronis. Hal ini dapat menurunkan kadar salisilat di dalam serum, dan apabila  terapi kortikosteroid dihentikan akan meningkatkan risiko toksisitas salisilat. Aspirin harus digunakan secara berhati-hati apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid pada pasien yang menderita hipoprotrombinemia.
4) Efek kortikosteroid pada terapi antikoagulan oral bervariasi. Beberapa laporan menunjukkan adanya peningkatan dan laporan lainnya menunjukkan adanya penurunan efek antikoagulan apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. Oleh sebab itu indeks koagulasi harus selalu dimonitor untuk mempertahankan efek antikoagulan sebagaimana yang diharapkan.
- Dengan Makanan : -

Pengaruh

- Terhadap Kehamilan : Faktor risiko kehamilan FDA : Katagori C

- Terhadap Ibu Menyusui : Tidak ada data mengenai penggunaan vaksin selama menyusui. World Health Organization Rating menyebutkan kompatibel bagi ibu menyusui. Thomson Lactation Rating menyebutkan risiko terhadap bayi kecil.2

- Terhadap Anak-anak : Dapat terjadi penghambatan pertumbuhan yang tak dapat pulih kembali, oleh sebab itu tidak boleh diberikan jangka panjang.

- Terhadap Hasil Laboratorium :  -

Parameter Monitoring
-
Bentuk Sediaan
Tablet 5 mg, Kaptab 5 mg
Peringatan
Pasien yang sedang dalam terapi imunosupresan sangat rentan terhadap infeksi, antara lain infeksi oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan lain-lain. Oleh sebab itu harus benar-benar dijaga agar terhindar dari sumber infeksi. Kortikosteroid dapat menutupi gejala-gejala infeksi atau penyakit lain, dan infeksi baru dapat saja terjadi dalam periode penggunaannya.  Terapi kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan katarak subkapsular posterior, glaucoma, yang juga dapat merusak syaraf penglihatan, dan dapat memperkuat infeksi mata sekunder yang disebabkan oleh virus ataupun jamur. Pemberian vaksin hidup ataupun vaksin hidup yang dilemahkan, merupakan kontraindikasi untuk pasien yang sedang mendapat terapi kortikosteroid dosis imunosupresan. Vaksin yang dibunuh atau diinaktifkan dapat saja diberikan, tetapi responnya biasanya tidak memuaskan. Pemberian kortikosteroid pada pasien hipotiroidism ataupun sirosis biasanya menunjukkan efek kortikosteroid yang lebih kuat. Kortikosteroid harus diberikan secara sangat berhati-hati pada pasien dengan herpes simpleks okular karena risiko terjadinya perforasi kornea.
Kasus Temuan Dalam Keadaan Khusus
-
Informasi Pasien
Pasien yang sedang mendapat terapi imunosupresan sedapat mungkin harus menghindari sumber-sumber infeksi, sebab sistem imunnya sedang tidak berjalan baik. Apabila mendapat infeksi, harus segera mendapat pertolongan medis tanpa tunda.
Mekanisme Aksi
Sebagai glukokortikoid, bersifat menekan sistem imun, anti radang.
Monitoring Penggunaan Obat
-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar