Puisiku

                                  KARMA TERINDAH

terdiam membisu di tepi mariana 
menunggu hingga semu na senja
tak akan datang kembali

hanya keelegian yang menghiasi

hingga tumbuh felix
di senja

sang arcanus pun tiba
menghapus rasa elegi
dan mengganti semua menjadi sinceritas
hingga semua tersadar
bahwa
dia hanyalah bayang semu dari deminutio ku
namun aku terlanjur
tersesat di matanya
dan tidak pernah benar-benar punya kesempatan
kesalahan saya, saya tidak ingin jatuh cinta



jangan ada yang sempat merindukan senja

 Kita semua berdiri di belakang tapal,
     Dari suatu malam ramai,
     Dari suatu kegelapan tiada berkata,
     Dari waktu terlalu cepat dan kita mau tahan,
     Dari perceraian - tiada mungkin,
     Dan sinar mata yang tiada terlupakan.

Bayang-bayangan mu di atas senja 
 panas matahari membakar rinduku
 terbakar habis hingga tak tersisa dengan udara
Ku hanya bisa terbaring ,
  terpejam,
  dan memanggil nama mu di  palung hatiku  berharap kau bisa mengerti,
  merasa,
  menjama ,

Hingga akhirnya aku tersadar dan 
akan jatuh seperti permata mahkota
 berderi sebutir demi sebutir

karena  


Di sini telah datang suatu perasaan,

Serta kita akan menderita dan tertawa.
Tawa dan derita dari yang tewas
yang mencipta.....




TAK TERJAMA

Terpana,
Terpaku,
Membisu,
Melihat sosok hitam tersudut d ruang penuh cahaya
Sosok yang gelap
Sosok yang tak dapat ku sentuh
Sosok yang tak terjama olehku
Sosok yang terlalu menutup dirinya
Aku,
Aku yang hanya bisa melihat
hanya bisa memandang
hanya bisa mencoba menembus pikirannya.
Dia,
Dia yang takut akan masalalunya
Dia yang hanya mampu diam
Dia yang tak mampu melawan
Merasakan,
Menikmati,
Kepedihan itu sendiri,
Sedangkan aku hanya dapat mencoba mengerti tentang dia tanpa harus mengenalnya.